RUU ASN Dikaji DPR: Sentralisasi vs Desentralisasi Birokrasi

DPR RI hingga kini terus menyempurnakan draf RUU Aparatur Sipil Negara (RUU ASN) sebelum dibahas secara terbuka. Wakil Ketua Komisi II, Zulfikar Arse Sadikin, menegaskan bahwa Badan Keahlian DPR RI aktif melibatkan akademisi, profesional, dan praktisi birokrasi dalam proses penyusunan. Proses konsultasi intensif ini bertujuan memastikan substansi RUU ASN kuat secara akademik dan tepat sasaran demi reformasi birokrasi nasional yang lebih efektif.
Kewenangan Presiden atas Mutasi dan Pemberhentian ASN
Salah satu poin kunci dalam RUU ASN adalah pemberian kewenangan penuh kepada Presiden untuk mengangkat, memutasi, serta memberhentikan pejabat pimpinan tinggi pratama (eselon II) dan madya (eselon I). Selama ini, proses promosi dan mutasi ASN sebagian besar berada di tangan pemerintah daerah dan masing‑masing kementerian/lembaga. Dengan disahkannya pasal ini, Presiden akan memperoleh hak prerogatif atas mutasi ASN di pusat dan daerah, sehingga diharapkan mempercepat reformasi birokrasi dan menekan praktik ‘kerajaan kecil’ di tingkat daerah.
Sentralisasi vs Desentralisasi: Pro dan Kontra
Isu memperluas otoritas Presiden ini memicu perdebatan sengit.
Pro Sentralisasi: Penguatan posisi Presiden dinilai dapat menciptakan standarisasi promosi dan mutasi ASN di seluruh wilayah, meningkatkan akuntabilitas, serta memangkas birokrasi berbelit.
Pro Desentralisasi: Otonomi daerah dinilai lebih responsif terhadap kebutuhan lokal; terlalu banyak sentralisasi bisa memicu politisasi jabatan ASN dan melemahkan independensi pelayanan publik.
Banyak pengamat kebijakan publik mendesak DPR RI agar menyeimbangkan dua konsep ini demi menciptakan birokrasi yang efisien tanpa mengabaikan prinsip desentralisasi.
DPR Ajak Pakar dan Publik dalam Kajian RUU ASN
Komisi II DPR RI secara aktif mengundang pakar birokrasi, perwakilan ASN, pemerintah daerah, serta organisasi masyarakat sipil untuk menguji draf RUU ASN. Zulfikar menjelaskan, “Kita ingin RUU ini memiliki pijakan kuat, menjawab tantangan birokrasi modern, dan mendapatkan dukungan luas sebelum diputuskan.” Berbagai seminar, workshop, dan diskusi publik telah digelar untuk mengumpulkan masukan terkait mekanisme promosi, mutasi ASN, dan pembagian kewenangan pusat-daerah.
Implikasi dan Harapan Masyarakat
Dengan jumlah ASN yang mencapai jutaan orang, RUU ASN akan menjadi landasan utama reformasi birokrasi Indonesia. Publik menantikan transparansi proses penyusunan dan kesempatan memberi masukan langsung. Pertanyaan besar yang masih menggantung:
Apakah perluasan kewenangan Presiden dapat menciptakan birokrasi yang lebih cepat dan akuntabel?
Ataukah hal ini justru memicu tarik-menarik kekuasaan dan politisasi jabatan ASN?
Masyarakat menuntut agar RUU ASN tidak sekadar memperkuat satu pihak, melainkan memastikan sistem kepegawaian yang profesional, transparan, dan berorientasi pada pelayanan publik.
- Polemik Tunjangan Profesi Guru PAI di Bolmut: Pemda Tegaskan Kewenangan Kemenag
- Komisi X DPR Usulkan Pemerintah Pusat Ambil Alih Rekrutmen P3K Guru
- Inovasi Besar: DPR Mengesahkan Perubahan UU ASN Menjadi Hukum Resmi!
- Birokrasi Tanpa Stagnasi: Bagaimana Rolling Jabatan Meningkatkan Kinerja Pemerintahan?