Viralnya video seorang PNS wanita yang merendahkan ASN PPPK kembali membuka luka lama di dunia birokrasi Indonesia. Di era yang menuntut profesionalisme dan kesetaraan, masih ada oknum yang merasa dirinya lebih tinggi hanya karena perbedaan status kepegawaian. Sikap ini bukan hanya mencerminkan ketidakdewasaan, tetapi juga menunjukkan betapa masih kuatnya mentalitas feodal dalam birokrasi kita.
ASN PPPK bukanlah pegawai kelas dua. Mereka melewati seleksi ketat, memiliki kompetensi yang diakui negara, dan berkontribusi besar bagi pelayanan publik. Jika ada yang menganggap mereka lebih rendah hanya karena perbedaan sistem kepegawaian, maka pertanyaannya: apakah ukuran kompetensi seseorang hanya ditentukan oleh status kepegawaian, atau dari dedikasi dan kinerjanya?
Lebih ironis lagi, penghinaan ini datang dari seorang aparatur negara, yang seharusnya menjadi contoh dalam menjunjung tinggi etika dan profesionalisme. Bukankah tugas utama seorang PNS adalah melayani masyarakat, bukan malah menciptakan kasta baru di dalam sistem birokrasi? Jika mentalitas seperti ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin diskriminasi antarpegawai justru menjadi penghambat kemajuan dalam pelayanan publik.
Publik pun layak bertanya, bagaimana seorang oknum PNS dengan pola pikir seperti ini bisa lolos seleksi menjadi abdi negara? Apakah kompetensi yang dimiliki benar-benar mumpuni, atau hanya kebetulan beruntung dalam jalur seleksi? Komentar pedas dari netizen yang menyindir bahwa “mungkin lulus CPNS dari hasil giveaway” menjadi tamparan keras yang menunjukkan betapa hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap integritas sebagian aparatur negara.
Seharusnya, dalam sistem birokrasi yang sehat, tidak ada lagi perdebatan siapa yang lebih unggul antara ASN PNS dan ASN PPPK. Keduanya adalah bagian dari sistem yang sama, memiliki tanggung jawab yang sama, dan bekerja untuk tujuan yang sama: melayani masyarakat dengan profesionalisme dan integritas. Jika masih ada yang merasa lebih tinggi hanya karena perbedaan status administratif, maka mungkin perlu dipertanyakan lagi apakah mereka benar-benar memahami esensi dari menjadi abdi negara?
Publik kini menunggu respons dari pihak terkait. Jika tidak ada klarifikasi atau tindakan tegas terhadap penghinaan ini, bukan tidak mungkin kejadian serupa akan terus terulang. Sudah saatnya birokrasi kita bersih dari mentalitas feodal dan mulai mengedepankan nilai kesetaraan, profesionalisme, dan penghormatan terhadap setiap perjuangan.